Jumat, 04 Februari 2011

Kekesalan di Tahun Baru IMLEK


Tangerang, Indonesia – 3 Februari 2011, My Room,

Hello Pals, sebelum memulai cerita saya ingin mengucapkan selamat tahun baru Imlek bagi seluruh masyarakat Indonesia yang merayakan. Gong Xi Fa Cai...

Oke, sekarang kita mulai ceritanya.....

Seperti hari-hari biasanya, sebagai mahasiswa yang sedang menjalani liburan semester ganjil. Hari-hari saya lebih banyak dihabiskan untuk menjaga warung milik keluarga saya *cieee....ceritanya berbakti nih yee*

Pagi itu sebelum bertugas, kegiatan awal yang selalu saya lakukan setelah bangun tidur adalah mengecek ponsel (handphone) apakah ada pesan yang masuk ke ponsel saya atau tidak. Setelah melihat layar ponsel ternyata tidak ada satu sms pun yang masuk, begitupun di BlackBerry Messenger (BBM). Ya Tuhan, ini sungguh tidak biasaaa. Biasanya setiap harinya pasti ada satu dua pesan yang masuk ke ponsel saya *mungkin teman-teman saya sedang tidak punya pulsa atau tidak sedang memiliki urusan dengan saya* saya mencoba berpikir positif.

Tak lama kemudian, Saya baru sadar ternyata masa aktif paket BIS saya habis pagi itu. *pantesan ga ada bbm yang masuk, nyeeeeehhh*

Kekesalan perdana di hari ini dimulai saat saya ingin mendaftarkan paket BIS (BlackBerry Internet Service). Sudah berkali-kali tangan saya memencet tombol-tombol keypad yang ada diponsel untuk berniat mendaftar, tetapi apa sms balasan yang selalu saya dapat?

“Maaf kami sedang mengalami sedikit masalah teknis, silahkan hubungi customer service kami”

Sepuluh kali saya mencoba bersabar dengan gigih mencoba terus-menerus, tapi balasan apa yang saya terima? Balasan yang sama!! Saya berusaha bersabar, mungkin Provider ini memang sedang mengalami gangguan.

Berhubung baterai .ponsel saya sudah mau habis, akhirnya saya memutuskan untuk mengisi daya baterai. Mungkin satu atau dua jam ke depan sudah bisa lagi, dan saya bergegas pergi ke warung.

4 Jam Kemudian........................

Saya pulang ke rumah berniat untuk mengambil ponsel, setelah melihat lampu indikator sudah berwarna hijau. Saya cabut charger dan kembali ke warung. Bener deh, kalau tidak ada ponsel ini kayaknya membosankan sekali menjaga warung. Apalagi kalo lagi tidak ada pembeli, haduh rasanya nih mata udah pengen merem aja bawaannya.

Berniat untuk mendaftarkan paket BIS lagi (dan lagi), pada awalnya saya pikir sudah tidak mengalami gangguan. Tetapi apa yang terjadi? Ternyata Provider A ini masih mengalami gangguan. Oke, saya berinisiatif untuk melakukan survey ke beberapa teman saya yang menggunakan provider yang sama. Apakah mereka mengalami gangguan yang sama? Dan hasilnya ternyataaaa, jreng jreng............. Mereka juga mengalami hal yang samaaaa dengan saya, tidak bisa mendaftar! Lebih sialnya lagi ada teman saya yang dari kemarin mau mendaftar, tapi sampai detik ini belum juga bisaaa. “you are not alone, im” fikir saya. *hore ada temen, berarti bukan cuma saya saja yang sial*

Ini sms yang saya terima dari salah satu teman saya, yang saya anggap sedikit lucu. Isinya kurang lebih seperti ini:

“Iya lim gw juga ga bisa daftar, dari kemarin malaahan. Banyak temen-temen gw juga yang kaya gitu juga. Gw udah telpon Customer Servicenya, katanya suruh tunggu 1 x 24 jam. Udah kaya pak RT aja dia, suruh orang nunggu mulu... Kesel abis gw”

Sebenernya saya merasa kecewa sih dengan provider A ini. Soalnya saya sudah menjadi pengguna setia provider A ini sejak dari kelas 2 SMA dan sekarang saya sudah semester 7. Coba kalian hitung, sudah berapa lama saya tetap setia dan tidak berpindah ke hati operator lain?

Harusnya saya sebagai pengguna yang bisa dibilang senior, mendapatkan pelayanan yang bagus dan memuaskan.

Sampai jam 8 malam ternyata si Provider tercinta ini belum mengalami tanda-tanda mengalami kebaikan. Saya memutuskan untuk mencoba mendaftarkan menggunakan kartu ayah saya yang berbeda Provider, sebut saja Provider B.

Setelah memasukkan simcard, dan menyalakan ponsel. Sudah terbayang diotak saya pasti provider ini bisa! *wajah saya sumringah dan optimis*

Masuk ke menu homescreen, saya dengan segera memencet keypad dan langsung mendaftar.

Beberapa menit kemudian, saya senang sekali karena berhasil mendaftar paket itu. Setelah mendapatkan sms balasan, saya langsung me restart ponsel saya. Soalnya saya sedang memiliki urusan dengan teman saya, jadi saya sedang membutuhkan fitur bbm ini untuk membicarakan rencana besok. Kenapa saya menggunakan fitur bbm ini, karena saya anggap lebih cepat dan murah.

Layar ponsel pun sudah kembali menyala dan sudah masuk ke menu homescreen lagi, indikator sinyal pun sudah berubah. Dari yang tadinya tulisannya ‘edge” sekarang sudah berubah menjadi ‘EDGE’. Kalian tahu perbedaanya? Perbedaanya itu hanya terdapat di huruf besar dan kecilnya saja. Apabila tulisannya masih menggunakan huruf kecil, artinya paket yang saya daftarkan belum terdaftar, sedangkan apabila sudah menggunaka huruf besar berarti tandanya paket yang saya daftarkan sudah terdaftar.

Setelah masuk ke fitur bbm, ternyata recent update sudah ada. *yess, akhirnya bisa juga* Disana juga ada keterangan teman-teman saya yang sedang aktif siapa saja. Langsung saja saya mengirim pesan ke Destra, awalnya saya mengetes dengan memberikan PING! Beberapa detik kemudain indikator di bbm belum juga menunjukkan kalau pesan saya sudah terkirim. Nah loh, kok pending yaaa?apa mungkin ponsel teman saya itu sedang mati? *lagi dan lagi (mencoba) berfikir POSITIF*

Menunggu balasan dari Destra, saya mencoba membuka UberTwitter untuk mengecek Akun Twitter saya, apakah ada mention atau tidak.

Setelah menunggu lebih dari 15 menit, kok tidak ada tanda-tanda ini aplikasi sedang berjalan yaa? Nah lo, Kenapa juga inih?

Akhirnya saya memutuskan untuk mencoba mengirim pesan ke beberapa teman yang ada di kontak bbm. Ternyata hasilnya sama saja, semuanya pending! Ternyata provider B sedang mengalami gangguan jugaaaa, sialnya sayaaaaa!!! *nangis sesenggukan dibalik pintu*

Udah deh dari situ saya mulai agak sedikit kesal lagi. Kayanya hari ini kok, provider-provider tersebut sedang tidak bersahabat sekali ya dengan saya. Saya geram, Kekesalan saya memuncak, ingin rasanya membanting itu ponsel. Tapi, kalo di ingat-ingat lagi bagaimana proses membelinya yang cukup berat dan lama, saya urungkan niat tersebut. *yaiyalah*

Waktu sudah menunjukkan pukul 23:35, saya memutuskan untuk mematikan ponsel saja. Daripada yang ada malah tambah gondok gondok dan gondok, yawdalah mungkin hari ini saya harus berpuasa online. Kebetulan baterainya sudah habis akibat seharian saya pergunakan untuk mendengarkan musik.

Begitulah teman, kekesalan yang saya ingin ceritakan dihari imlek Tahun 2011 ini. Bagaimana dengan hari kalian? Semoga lebih baik dari saya....

Rabu, 02 Februari 2011

Surat Undangan Abang Nadih

Matahari sudah menunjukkan sinarnya di pagi yang cerah itu. Saya lekas berangkat dari rumah untuk pergi kerumah Abang Nadih. Abang Nadih memiliki profesi yang lain dari kebanyakan pekerjaan normal. Dia berprofesi sebagai tukang pengantar surat undangan acara-acara resepsi pernikahan atau sunatan. Usianya sudah mendekati 50 tahun, tetapi dia masih kuat berjalan sejauh 6 km dengan kaki-kaki separuh bayanya itu. Bang Nadih berjalan kaki hanya untuk menyebarkan surat undangan ke rumah-rumah yang diundang oleh pemilik hajat.

Tidak mudah menjalani pekerjaan seperti itu, selain kita harus tau seluk beluk jalan dan alamat-alamat rumah yang ingin kita kunjungi, kita juga harus pintar-pintar memikirkan rumah-rumah mana saja dulu yang harus didatangi agar rute yang ditempuh tidak memakan waktu yang terbuang dua kali.

Pagi itu, dirumahnya yang berukuran tidak terlalu besar. Saya melihat tubuh besar itu sedang memilah-milah surat-surat undangan yang akan diantarkannya hari ini. Abang Nadih memiliki perawakan agak gemuk, beratnya sekitar 90 kg dengan tinggi sekitar 160 cm. Wajahnya bersih tanpa ada kumis dan jenggot. Terlihat kerutan-kerutan di wajahnya sudah cukup banyak, menandakan usianya yang tidak muda lagi.

“Sebelum nganterin undangan-undangan ini, mendingan di pilih-pilih dulu. Mana alamat rumah yang satu daerah atau tetanggaan. Biar gampang nanti ngasihinnya. Udah gitu kita ga buang-buang waktu bolak-balik kalau ada undangan yang salah” ujarnya dengan ramah

Abang Nadih sudah menekuni pekerjaannya itu selama sepuluh tahun, agak aneh memang bekerja hanya untuk mengantarkan surat undangan pernikahan atau sunatan dari pelanggannya yang akan menggelar hajatannya. Tanpa kita sadari ternyata ada juga pekerjaan dibidang jasa untuk mengantarkan surat-surat undangan untuk acara resepsi pernikahan dan sunatan.

Abang Nadih tinggal bersama Ayahnya dan Adik-adiknya di rumah itu. Ia memang masih belum memiliki istri di usianya yang sudah matang itu, tetapi ia tidak pernah merasa kesepian dikala ia tiba dirumah.

“Kalo lagi ga ada kerjaan, ya biasanya di rumah aja. Kumpul sama keluarga, beres-beres rumah” ungkapnya dengan canda tawa

Mungkin di Indonesia memang cukup aneh ada pemuda di usia yang mendekati separuh abad itu tetapi belum memiliki pasangan hidup, tapi itu semua pilihan yang sudah di ambil oleh Bang Nadih. Abang Nadih tidak pernah sekalipun menyesali pilihan hidupnya, karena menurutnya Jodoh, Rizki, Maut dan Takdir sudah diatur oleh Allah Swt.

Ketika saya tanya pendidikan terakhirnya, Abang Nadih menjawab dengan cepat bahwa dia tidak bersekolah, jangankan lulus Sekolah Dasar (SD), sekolah TK juga ia tidak pernah. Walaupun Abang Nadih tidak pernah mengenyam bangku pendidikan, tetapi ia bisa membaca dan menulis. Ini merupakan sesuatu yang menarik, belajar itu ternyata tidak hanya di bangku sekolah. Di lingkungan kita tinggal juga kita bisa mempelajari banyak hal yang orang lain tidak ketahui.

“Saya memang tidak sekolah, tetapi kalau membaca dan menulis saya bisa kok, klo ga bisa baca sama nulis, bagaimana bisa saya mengantarkan surat-surat ini ke alamat-alamat yang dituju” ujarnya dengan senyum yang melingkar di mulutnya.

Abang Nadih memiliki sikap yang tegas, apabila dia melihat suatu kesalahan. Dia akan segera menegurnya. Selain bekerja sebagai Pengantar Surat Undangan, Abang Nadih juga berprofesi sebagai seorang guru ngaji untuk anak-anak kecil dan remaja dilingkungan kampung Buaran Kandang Besar. Profesi ini merupakan suatu kebanggaan baginya bisa mengajarkan ilmu Al-Qur’an kepada penerus-penerus bangsa kelak, karena walaupun sudah ada ilmu pendidikan, Ilmu Agama jangan sampai dilupakan.

Gaji Abang Nadih sebagai seorang pengantar surat undangan pernikahan biasanya sebesar Rp 300.000 untuk menyebarkan 500-1000 lembar undangan, tetapi upah itu tidak tentu, tergantung para pemilik acara yang membayarnya berapa.

“Sebenarnya saya dibayar seikhlas yang punya acara saja mau bayar berapa, saya tidak pernah menargetkan bayaran yang harus saya terima berapa. Kadang-kadang ada yang kasih Rp 100.000, Rp. 150.000, Rp. 300.000, Rp 400.000, tetapi kebanyakan sih Rp 300.000. Jadi itu bisa dibilang sebagai umumnya upah saya setiap ada kerjaan seperti ini. Uang itu biasanya untuk mengantarkan 500 sampai 1000 lembar undangan yang diberikan kepada saya” jelasnya

Gaji sebesar itu biasanya ia tabung sebagian dan sisanya untuk ikut membantu-bantu membeli kebutuhan dapur keluarganya. Maklum Adik-adik Abang Nadih yang sudah menikah masih ada yang tinggal bareng bersama keluarga. Dari ke 5 orang adik Abang Nadih, sudah 3 orang yang menikah dan tinggal bersama keluarganya masing-masing, kecuali adiknya yang paling bungsu. Walaupun ia sudah menikah, tetapi tetap saja tinggal bersama keluarganya tidak pisah dari orang tua. Sedangkan kedua orang adiknya yang masih lajang, masing-masing bekerja sebagai staff kantin di Bioskop 21 Mall Metropolis Kota Tangerang dan yang satu lagi bekerja sebagai Tukang Parkir di pelataran Bank BRI di daerah Ahmad Yani, Kota Tangerang.

Sebagai anak tertua di keluarganya, tentu saja Abang Nadih ingin memberikan contoh-contoh yang baik bagi kelima adiknya, mengajarkan semua hal-hal baik, dan selalu menasehati kelima adiknya tersebut apabila mereka semua sedang bertengkar.

“Saya ini kan anak paling tertua di keluarga, jadi saya harus memberikan contoh-contoh sikap yang baik dan positif. Kalau tidak begitu saya sangat khawatir adik-adik saya nanti berbuat hal-hal yang negatif dan mencoreng nama baik keluarga” jelasnya

Abang Nadih dimata keluarganya merupakan pribadi yang mandiri, tidak pernah menyusahkan kedua orang tuanya, tidak neko-neko dan selalu berbagi kepada keluarga apabila ia memiliki rizki yang lebih. Selain sebagai salah satu tulang punggung keluarga, Abang Nadih juga sangat perduli dengan kondisi adik-adiknya yang sudah mulai dewasa dan Ayahnya yang sudah sakit-sakitan Akhir-akhir ini.

“Abang Nadih itu orangnya galak, tapi galaknya ini buat kebaikan. Sebenarnya Tegas sih bukan galak, tapi suka teriak-teriak gitu kalo lagi nasehatinnya. Ya saya pikir itu sama aja kaya galak” ujar Aris, Adik keempat dari Abang Nadih.

Kota Monas

Dua puluh menit lebih, dia mengulur waktu dari perjanjian awal. Diluar sudah terlalu siang sebenarnya sekarang, seharusnya sejak jam sepuluh tadi dia datang dan kami bisa langsung pergi. Menunggu memang bukan hal yang dengan gampang akan disukai siapapun, termasuk saya. Apalagi pria tambun satu ini memang punya kebiasaan melupakan janji yang telah dibuat. Dengan kata lain bisa dibilang memang pria yang bernama lengkap Ogi Wira Setia ini selalu molor dari setiap jadwal kegiatannya. Cermin orang indonesia sejati.

Sudah jadi kebiasaan orang Indonesia, datang terlambat. Bukan bermaksud menyamakan semua orang tapi mungkin hanya saja saya belum bisa menerima kebiasaan tersebut karena saya sangat menghargai waktu.

Akhirnya tubuh tambunnya terlihat juga didepan rumah saya, dari rumah saya kami memulai perjalanan ke Kota tua. Dari rumah saya kami naik angkutan umum B.02 jurusan kali deres-serpong. Tujuan pertama kami ke terminal Kalideres untuk selanjutnya kami menggunakan trans jakarta dari sana. Hal tidak mengenakan kemudian saya harus duduk dekat pintu di angkutan umum sedangkan Ogi dengan nyamannya dia duduk didalam dan dapat tempat luas untuk duduk. Tiba di shelter trans jakarta kali deres ternyata saya pun harus menunggu lagi dua teman saya.

Siang itu kondisi shelter trans jakarta kali deres lumayan lenggang, udara terasa panas tapi karena sudah terbiasa dengan udara Serang yang juga memang diatas rata-rata suhu wilayah lain, saya menjadi terbiasa. Entah bagaimana dengan Ogi, peluh sudah membasahi kaos putih yang dikenakannya. Ada dua bangku di shelter tersebut, akhirnya kami memutuskan untuk menunggu dua teman kami yang masih dalam perjalanan. Entah mereka baru sampai dimana sekarang.

Ogi menghamburkan lamunan saya yang sedang mengatur mood saya waktu itu.

“Much, beli minum di mesin minuman itu yuk. Berapa yah harganya? Minta aja sama mbak-mbak yang jaga. Dikasih gratis tau....”ujarnya.

Saya langsung aneh sendiri sebenarnya.

“Iya dikasih gratis. Tapi lo striptise dulu dan cium mbak-mbaknya.”balas saya.

Saya pikir usaha Ogi akan berhenti disitu, tapi keanehan dia memang tidak akan pernah ditebak. Ogi benar-benar menghampiri mbak-mbak penjaga mesin minuman tersebut. Eitzz... tapi dia tidak melakukan hal seperti yang saya sarankan diawal-tapi kalau kalian mau membayangkan tumbuh tambun Ogi untuk melakukan striptise dan akhirnya mencium mbak-mbak itu, saya persilahkan.

Sepuluh menit berikutnya baru dua teman saya datang, ternyata mereka malah menunggu diluar jadi kami selisih jalan. Ogi pun saya kenalkan dengan kedua teman saya yang baru datang. Saya rasa dua orang ini akan kena keanehan dan kebawelan Ogi. Antrian menunggu trans jakarta siang itu cukup banyak. Kami harus menunggu dua bus Trans Jakarta baru kami bisa masuk bus dan duduk. Tidak harus berdiri selama perjalanan kami ke shelter trans jakarta Harmoni. Kami dapat tempat duduk dideretan belakang. Bus trans jakarta saat itu tidak terlalu penuh, hanya sedikit orang yang harus berdiri.

Ogi langsung lelap dalam dunianya sendiri, saling mengirim sms dan masuk dalam jejaring sosial lewat Nokia 6300nya. Namun, selang beberapa lama dia marah-marah sendiri karena meski sudah dicoba beberapa kali, Ogi tetap tidak bisa masuk jejaring sosial itu. Mungkin handphone miliknya sedang tidak dapat jaringan gprs.

Sampai di shelter Harmoni kurang lebih tiga puluh menit perjalanan, ternyata shelter trans jakarta Harmoni seperti biasa, padat. Antrian begitu panjang dan suara sepatu begitu nyaring terdengar berbenturan dengan lantai shelter busway yang terbuat dari aluminium. Kami semua langsung masuk dalam antrian dengan tujuan shelter Kota. Di antrian depan ternyata ada ribut-ribut, awalnya kami tak tau ada kejadian apa sebenarnya, ternyata ada seorang ibu yang marah-marah karena antriannya diserobot oleh seorang bapak. Sudah pasrah dengan antrian kami pun yakin kali ini kami tidak akan dapat tempat duduk dalam bus sekarang. Benar saja hanya Ogi yang dapat tempat duduk, itu pun didapatnya setelah menyerobot seorang didepannya. Satu hal yang dia lakukan hanya senyum-senyum sendiri menatap kami yang harus berdiri saat itu.

Sesampainya di shelter Kota kami langsung mencari tempat makan. Akhirnya kami makan di Cafe Bank Mandiri. Tempat itu ada diseberang shelter Kota, berada dideretan gedung Bank Mandiri, Museum Bank Mandiri dan Cafe itu ada disamping Museum Bank Mandiri. Tiga dari kami memilih untuk makan soto tapi Ogi memilih untuk makan bakso. Cafe Bank Mandiri tersebut lebih mirip dengan food court seperti yang ada di banyak tempet perbelanjaan.

Selesai dari Cafe Bank Mandiri, kami memutuskan untuk pergi mengunjungi museum Bank Indonesia. Museum Bank Indonesia ini berada di sebelah Museum Bank Madiri. Kalian tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar tiket masuk, karena tiket masuk diberikan secara cuma-cuma, gratis. Disana banyak sekali pajangan koleksi uang yang ada dari dahulu, sejak pertama kali pecahan uang dibuat. Sementara kami bertiga berkeliling, yang dilakukan Ogi hanya foto-foto dirinya sendiri.

“Much..Much fotoin gw dong,”rengeknya.

Kami bertiga hanya bisa ikut-ikutan juga bernarsis, tidak menghiraukan semua benda-benda di museum

lagi.

Selesai bernarsis ria di Museum Bank Indonesia kami menuju ke Kota tua. Dari Museum Bank Indonesia kami hanya perlu berjalan kaki ke Kota Tua. Namun ternyata saat itu Kota Tua ramai, karena ada acara perlombaan Canonphotomarathon. Jadi acara tersebut digelar untuk para komunitas fotografer canon. Tidak dibuka untuk umum. Merasa disana begitu ramai, akhirnya kami menepi dan duduk dipinggir taman. Ogi yang memang tidak bisa menahan nafsu makannya saat melihat deretan penjual makanan yang memang saat itu sangat ramai, langsung membeli es potong. Hanya sebentar waktu yang dia butuhkan untuk menghabiskan es potong itu dan Ogi melanjutkannya dengan membeli es selendang mayang.

Merasa cukup disana terlalu ramai dan tidak membiarkan Ogi menghabiskan semua makanan yang dijual, kami memutuskan untuk mengakhiri petualangan kami di Kota Tua dan berangkat ke Monas. Berjalan diteriknya matahari menuju shelter Kota, benar- benar membuat kami tambah lelah ditambah lagi dengan polusi yang ada. Membuat kami susah bernapas.

Naik tangga ke shelter Kota keadaannya ternyata lebih padat dibanding di Harmoni. Disaat kami semua sibuk dengan padatnya kondisi shelter, Ogi dengan keanehannya malah berjalan kembali menghampiri mbak-mbak penjual minuman di mesin minuman. Kali ini dia benar-benar membeli tidak seperti di Kali deres lalu yang hanya mencoba menggoda penjaganya. Akhirnya rasa penasarannya berakhir.

Sampai di shelter Monas kami langsung berjalan keluar menuju pelataran monas dan masuk sembarangan lewat pager yang agak lebar. Masalah timbul bagi Ogi.

“Much... badan gw enggak muat masuk pager itu. Gmana nih?” tanyanya.

Sontak kami hanya bisa menertawakan Ogi, kali ini kami yang berhasil mengerjai dia. Setelah akhirnya kami bisa masuk kami bisa masuk semua, kami langsung berjalan ke pelataran atas Monas untuk naik ke atas Tugu Monas. Kami pikir sudah tidak cukup waktu karena hari sudah terlalu sore ketika kami sampai di depan Tugu Monas. Namun, kami berhasil meminta kepada penjaga untuk mengizinkan kami naik. Akhirnya setelah mengantri kami berhasil naik denga harga tiket masuk Rp 3.500,-. Dari puncak banyak pemandangan yang kami liat. Ogi membeli koin untuk menggunakan teropong jarak jauh yang tersedia di sana dengan harga Rp 2.000,-. Karena sudah terlalu sore kami tidak bisa berlama-lama diatas sana. Kami pun turun, dan memutuskan untuk duduk-duduk dulu di pelataran taman Tugu Monas.

Sekitar satu jam setengah kami menghabiskan waktu di Taman itu, dan berakhir dengan atraksi air mancur yang bergoyang sesuai dengan aluran musik yang diputar.

Merasa telah cukup kami memutuskan untuk pulang, kembali dengan trans jakarta kami menghabiskan perjalanan hari itu menuju Kali deres.

Keluargaku, Nafas Hidupku

Matahari sudah berada tepat di atas kepala, suhu udara siang itu pun sudah hampir mendekati 31 derajat Celcius, tetapi perempuan separuh baya itu masih saja menjajakan sayur-sayuran dagangannya di atas tampah kayunya. Ibu Mursinah, wanita yang sering disapa “Mamenk” dan memilki perawakan yang tidak terlalu tinggi ini sudah menjadi tukang sayur keliling selama 2 tahun.

Mamenk memiliki warna kulit yang gelap, mungkin karena setiap hari dia harus berjualan dibawah terik matahari yang kadang-kadang teriknya tidak menentu. Dandanan Mamenk sedikit funky dengan raut muka seperti orang Jawa tulen dibalut topi kupluk yang selalu ia pakai setiap ia berjualan. Satu lagi ciri khas yang sangat membuat Mamenk seperti ibu-ibu yang lain dari biasanya adalah sebatang rokok yang selalu ia hisap di tengah-tengah bibirnya yang berwarna hitam.

Ketika ditanya kenapa di usianya yang hampir menginjak 50 tahun itu ia masih menjadi tukang sayur keliling, ia menjawab dengan sedikit nada canda dan tawa, terlihat juga gigi-giginya yang sudah ompong termakan usia.

“Kalau bukan Mamenk yang nyari duit, siapa lagi yang mau ngebiayain uang sekolah si May?Kakak-kakaknya sudah punya tanggungan hidup masing-masing, mereka harus membiayai keluarga barunya, yaitu anak dan istrinya”

Mamenk memang masih punya tanggungan satu anak lagi, yaitu si May. Anak bontotnya itu sekarang masih duduk di kelas 9 salah satu SMP swasta di Kota Tangerang. Mamenk memiliki 6 orang anak 3 orang anak Mamenk sudah menikah. Mereka semua sudah memiliki tanggungannya masing-masing, yaitu anak dan istrinya. Sedangkan anak kelimanya hanya bekerja sebagai cleaning service di salah satu mall di Kota Tangerang, gajinya itu hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri, apabila ada sedikit lebih dari gajinya tersebut baru dia membantu Mamenk untuk membeli kebutuhan makan sehari-hari.

Setiap pukul 3 pagi Mamenk harus sudah bangun dan melawan dinginnya udara subuh untuk melangkahkan kaki-kaki tuanya menempuh perjalanan 3 km menuju pasar dan belanja sayur-mayur yang akan dia jual kembali. Setiap hari tubuh tuanya yang sudah mulai renta itu selalu menjalani aktifitas yang sama. Semua itu hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya dan membiayai uang sekolah anaknya.

Tidak kurang dari 15 kg setiap harinya, Mamenk harus membawa beban seberat itu di atas kepalanya, Mamenk memang sudah 50 tahun tetapi tenaganya seperti masih usia-usia anak remaja yang masih sangat kuat mengangkat beban seberat itu. Memang sangat kuat perempuan renta itu, dapat dibayangkan oleh akal normal manusia, umur 50 tahun biasanya seorang perempuan sudah tidak akan kuat mengangkat beban 10 kg, apalagi sampai 15 kg.

Penghasilan Mamenk dari berjualan sebagai tukang sayur-sayuran keliling biasanya sebesar Rp. 350.000,- perhari. Dari hasil itu biasanya Mamenk mendapatkan keuntungan sebesar 15% dan langsung ditabung untuk menambah modal usahanya. Tetapi kadang-kadang Mamenk bisa mendapatkan pendapatan yang lebih dari Rp. 350.000,- ataupun kurang dari Rp. 350.000,-. Namanya juga berdagang pasti setiap saat ada saja waktu dimana dagangan yang dijual laku keras, dan kadang pula masih banyak sisa dagangan yang belum terjual. Hal ini memang wajar. Semua itu tergantung para pembeli yang kadang-kadang sangat ramai dan sepi.

Pernah di suatu malam Mamenk bercerita tentang anaknya si May yang sebentar lagi mau lulus dari SMP. Mamenk mengatakan kepada si May agar ia tidak usah melanjutkan sekolahnya lagi ke SMA, karena Mamenk sudah merasa tidak sanggup lagi membiayainya. Biaya pendidikan saat ini semakin lama semakin mahal, dari mana Mamenk bisa mendapatkan uang bernominal jutaan untuk membayar uang masuk ke SMA. Itu baru uang masuk saja, belum lagi uag SPP yang setiap bulannya harus dibayar. Dengan nada yang sangat menyentuh hati, si May menjawab pernyataan ibundanya itu dengan nada yang sangat sedih dan mengiris hati.

“Emak udah enggak sayang lagi ya, sama May? May masih pengen terus sekolah. May pengen jadi orang sukses yang bisa ngebahagiain Emak” ujarnya.

Sontak suasana hening malam itu membuat suasana semakin mengharu-biru. Setiap orang pasti akan terharu mendengar jawaban dari gadis yang masih memiliki tekad kuat untuk mengemban ilmu. Mamenk merasa kasihan dan tidak tega kepada May, karena anak bontotnya itu masih memiliki keinginan untuk belajar yang masih sangat besar. Apa boleh buat, Mamenk sudah termakan usia untuk mencari nafkah, tubuhnya sudah tidak kuat untuk membiayai uang sekolah anak tercintanya itu.

Memang sangat banyak kasus di Indonesia yang semakin hari semakin membuat orang bingung. Kenapa orang yang merasa mampu tetapi sudah tidak punya keinginan untuk mencari ilmu, sedangkan orang yang keinginannya sangat besar untuk mencari ilmu harus terhenti karena masalah tidak memiliki biaya. Tuhan memang adil, sangat banyak sifat manusia yang sebenarnya harus dimengerti satu-persatu. Keberagaman sifat dan kemauan itu seharusnya dijadikan sebagai alat tolong menolong antar umat manusia agar mereka dapat mengerti dan bersyukur karena sangat banyak rizki yang dikirimkan oleh Allah swt.
*****
Mamenk tinggal di rumah yang didirikannya bersama sang suami tercinta. Rumah itu didirikan ketika Mamenk dan suaminya baru merintis usaha kecil-kecilan. Suami Mamenk bekerja sebagai tukang kelontongan, menjual mainan anak-anak. Kala itu Mamenk tidak harus memikirkan mau makan apa setiap harinya, karena sudah ada sang suami yang mencari nafkah. Walaupun untung dari hasil menjual mainan anak-anak tidak terlalu besar, Mamenk sangat bersyukur asalkan anak-anak tercintanya tidak kelaparan dan semua kebutuhan hidupnya terpenuhi.

Semenjak kematian suaminya sepuluh tahun silam, Mamenk harus berjuang sendiri membesarkan anak-anaknya, menyekolahkannya dan mencukupi kebutuhan hidup mereka semua. Sebelum menjadi tukang sayur, Mamenk pernah bekerja sebagai kuli ikan cue, saat itu kondisinya Mamenk masih memilki tanggungan 2 orang anaknya yang masih sekolah, yaitu May dan Agam.

Semenjak usaha ikan cue bangkrut, Mamenk menggunakan hasil tabungannya selama menjadi kuli ikan cue untuk dijadikan modal berjualan sayur-sayuran. Sebelum menjadi kuli ikan cue dan berjualan sayur-sayuran, Mamenk juga pernah menjadi pencari barang-barang rongsok, sampai menjadi kuli bangunan pun pernah ia lakukan. Itu semua ia lakukan hanya untuk keluarganya, melihat anak-anaknya tidak kelaparan, Mamenk sudah sangat bahagia.

Memang sangat tidak tega melihat perempuan paruh baya itu masih harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan kedua anaknya. Seharusnya di usianya yang memasuki kepala 5 itu, Mamenk menghabiskan masa tuanya dengan bersantai-santai melihat kesuksesan anak-anaknya, tetapi hidup memang berat dan butuh perjuangan. Mamenk harus terus berjuang untuk keluarganya.
*****
Seperti pagi-pagi biasanya Mamenk selalu mampir sebentar di tempat biasa ia berjalan, sebelum ia melanjutkan menjual dagangannya keliling dari satu kampung ke kampung lainnya. Dengan semangat dan keriangan yang setiap pagi selalu dia pancarkan tentu saja, sama seperti hari-hari biasanya. Mamenk memang orang yang sangat periang, karena jarang sekali wajahnya terlihat murung. Setiap hari selalu saja tersenyum dalam melayani para pembelinya.

Pagi itu sepertinya Mamenk sudah berhasil menjual setengah dari dagangannya. Terlihat di atas tampah kayunya sudah lumayan kosong dagangan sayur-sayurannya. Mungkin hari ini hari yang cukup baik bagi Mamenk, karena dia berhasil menjual dagangannya dengan cepat. Biasanya sudah pukul 12 siang masih saja ada sisa-sisa dagangan yang belum berhasil ia jual. Mungkin itulah suka dukanya menjadi seorang pedagang. Setiap hari tidak akan tahu berapa penghasilan yang ia akan dapatkan, karena semua itu tergantung dari para pembeli.
*****
Di mata para tetangganya, Mamenk adalah sosok yang sangat tegar. Semua masalah dalam hidupnya biasanya selalu ia selesaikan sendiri tanpa harus meminta bantuan para tetangga maupun orang sekitarnya. Mamenk memang orang yang tidak mau membuat orang lain susah karena dia, jadi apabila ada masalah dia selalu berusaha untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, karena dia yakin Allah swt tidak akan menguji hambanya di luar kemampuannya.

Di kehidupannya Mamenk sangat menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dia selalu memegang setiap kata perkataannya, karena menurut Mamenk apabila orang itu sudah bisa bersikap jujur, maka orang itu adalah orang yang bisa memegang komitmen. Mamenk akan 100% percaya kepada orang tersebut, tetapi apabila ia sudah merasa dibohongi maka jangan harap Mamenk akan percaya lagi satu kata pun dengan orang yang membohonginya itu.

Di mata kedua orang anaknya, May dan Agam, Mamenk adalah sosok yang disiplin dan tegas. Memang raut mukanya yang sedikit galak bisa membuat kedua orang anaknya itu takut dengannya. Di balik raut wajahnya yang galak, sebenarnya Mamenk adalah orang yang sayang dengan anak-anaknya.

“Emak itu galak kalau May enggak mau ngedengerin nasehatnya, terus kalau May main enggak inget waktu juga emak bakalan marah besar. Emak enggak mau May bernasib sama seperti emak, jadi tukang sayur keliling,” ujar May anak bungsu Mamenk.

Apabila dipikir lebih lanjut, mana ada orang tua yang mau nasib anaknya sama seperti orang tuanya. Setidaknya dengan pendidikan yang lebih tinggi dari orang tuanya. Setiap orang tua pasti menginginkan kesuksesan bagi anak-anaknya. Agar perjuangan yang selama ini ditekuni oleh para orang tua dapat terbayar oleh kesuksesan anak-anaknya.

Sosok Mamenk memang patut dicontoh oleh orang-orang yang jalan hidupnya memiliki nasib yang sama dengannya, menjadi single parent untuk anak-anaknya dan berjuang untuk menghidupi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya. Mamenk tidak mengenal rasa lelah dalam mengarungi alur hidupnya, semua itu ia jalankan dengan rasa bersyukur dan selalu berusaha sebaik mungkin.

“Hidup ini sudah susah, jadi enggak usah ditambah susah. Jalanin aja sekuat tenaga, jangan lupa selalu berdoa dan berikhtiar kepada Allah swt, maka niscaya Allah akan membayar semua perjuangan kita dengan balasan yang setimpal dengan apa yang kita lakukan dan perbuat,” pesan Mamenk diakhir obrolan kami.